Definisi
Iptek Lingkungan ialah teknologi yang berkaitan dengan
pemanfaatan dalam kaitannya dengan manjemen lingkungan Sumber Daya Alam (SDA)
dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang tersusun sistematis dengan metode tertentu
untuk menjelaskan gejala-gejala tertentu pada bidang iptek terhadap linkungan
tanpa merusak keseimbangan lingkungan . Upaya pelestarian lingkungan tidak
hanya diperlukan saat pembukaan lahan dan penata gunaan tanah. Juga selama
kegiatan pembudidayaan sampai ke pengolahan hasil. Pelestarian lingkungan pada
semua tahapan produksi perlu menjadi tekad masyarakat, terlebih dalam
menghadapi semakin nyaringnya tuntutan pada “produksi hijau”. Selain itu, tekad
masyarakat melestarikan lingkungan dapat menjadi perisai terhadap kecaman
tentang kerusakan lingkungan perkebunan.
Iptek Lingkungan meliputi:
1. Pengolahan
Sampah.
2. Pengolahan
Limbah.
3. Konservasi
Lingkungan.
4. Badan Pertanian
Teknologi bibit & benih, Rekayasa Genetika.
· Pengolahan
sampah
Tumpukan sampah yang setiap hari bertambah satu hingga 1,5
ton, mulai teratasi menyusul beroperasinya pengelolaan sampah terpadu terutama
Jakarta, pengelolaan sampah terpadu mampu mengurangi limbah rumah tangga hingga
60-65 persen, sedangkan 35-40 persen sisanya diangkut ke Tempat Pembuangan
Akhir (TPA)
Pengelolaannya harus melibatkan semua warga, oleh karena
itu, rumah tangga harus melakukan pemilahan sampah menjadi tiga bagian, yaitu
sampah organik (basah) (sisa makanan, sayur), kering (kertas, dus, botol), dan
limbah berbahaya seperti aki dan baterai bekas, sprayer
insektisida, serta pembalut wanita.
· Pengolahan
Limbah
Limbah ialah hasil buangan suatu pembakaran atau sisa hasil
poduksi yang mengandung zat kimia berbahaya yang dapat merusak keseimbangan
lingkungan. Industri primer pengolahan hasil hutan merupakan salah satu
penyumbang limbah cair yang berbahaya bagi lingkungan. Bagi industri
industri besar, seperti industri pulpen dan kertas, teknologi pengolahan limbahcair yang dihasilkannya mungkin sudah memadai, namun tidak demikian bagiindustri kecil atau sedang. Namun demikian, mengingat penting dan besarnyadampak yang ditimbulkan limbah cair bagi lingkungan, penting bagi sektorindustri kehutanan untuk memahami dasar-dasar teknologi pengolahan limbahcair.
Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarianlingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan air limbah domestik maupunindustri yang dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara olehmasyarakat setempat. Jadi teknologi pengolahan yang dipilih harus sesuaidengan kemampuan teknologi masyarakat yang bersangkutan,
agar Lingkungan terjaga dan terlestarikan.
· Konservasi
Lingkungan
Mendukung dan ikut serta dalam program konservasi lingkungan
dan bekerjasama akan menghasilkan suatu pembangunan yang ramah lingkungan serta
memperhatikan pada pembangunan ekonomi yang bersifat berkelanjutan dengan
memperhatikan kelestarian lingkungan. Karena terpeliharanya kelestarian
lingkungan, termasuk dengan menjaga kelangsungan hidup spesies laut dan terumbu
karang merupakan hal yang memberikan manfaat dan keuntungan bersama dan
berkelanjutan dalam jangka waktu yang panjang sehingga dinikmati oleh generasi
yang akan datang.
· Badan
Pertanian Teknologi Bibit & Benih, Rekayasa Genetika
Upaya peningkatan produktivitas dan mutu produk yang sesuai
dengan dinamika lingkungan diharapkan dapat dilakukan melalui penelitian
bioteknologi. Manipulasi potensi genetik melalui penelitian biologi molekuler,
mikrobiologi, bioproses, kultur jaringan dan rekayasa genetika harus dihasilkan
untuk memenuhi kebutuhan maka harus dilakukan bioteknologi.
Maka teknik rekayasa genetika mulai menggelisahkan. Banyak
kalangan khawatir bahwa dampak revolusi hijau tahun 1960-an akan terulang kembali.
Penggunaan teknologi dan paksaan pasar yang dilakukan dalam revolusi hijau
memang menghasilkan produksi pangan dalam jumlah besar. Namun terbukti upaya
tersebut mengganggu keseimbangan ekologi, menciptakan wabah baru, dan sejumlah
dampak kesehatan bagi manusia.
Hal sama dikhawatirkan terjadi mengikuti inisitiaf rekayasa
genetik yang saat ini getol dilakukan pada tanaman. Segelintir perusahaan
bioteknologi meyakinkan bahwa seluruh benih transgenik yang dipasarkan sudah
melalui berbagai tahap percobaan. Jadi masyarakat tidak perlu khawatir terhadap
dampak lingkungan dan kesehatan yang akan muncul.
Namun keyakinan serupa ternyata tidak dimiliki oleh para
aktivis lingkungan dan mereka yang concern terhadap masalah lingkungan.
Pesimisme ini muncul setelah tidak ada penjelasan transparan tentang resiko
yang menyertai pelepasan benih transgenik ini ke alam bebas.
Di Amerika Serikat, organisasi lingkungan Greenpeace bahkan
mengajukan petisi ke Environmental Protection Agency (EPA) agar membatalkan
semua perijinan tanaman hasil rekayasa genetik.
Sementara di Indonesia, sejumlah LSM lingkungan mendesak
pemerintah bersikap transparan kepada masyarakat soal tanaman transgenik.
Terlebih Departemen Pertanian kini aktif menguji sejumlah benih transgenik
termasuk kedelai, jagung dan kapas. Khusus untuk yang terakhir bahkan telah
dilakukan pelepasan di Sulawesi Selatan pada 7 Februari 2001. Dan sampai saat
ini terus memancing perdebatan yang tidak ada hentinya.
Karena Pembangunan yang tidak menjaga keseimbangan lingkungan
terjadi dan meningkat dalam beberapa tahun belakangan ini. Alasan tersebut
diperparah dengan kurangnya perhatian masyarakat dan ketidakkonsistenannya
pemerintah dalam menata permasalahan lingkungan. Akibat ketidakacuhan tersebut
baru dapat dirasakan akhir-akhir ini, ketika banyak peristiwa banjir bandang
yang melanda berbagai daerah di negara kita.
Setidaknya wawasan mengenai lingkungan, Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK) akan mengarah pada pemeliharaan dan pelestarian lingkungan
hidup. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Peran IPTEK Dalam Lingkungan
IPTEK memegang peranan penting bagi negara-negara berkembang
dalam proses peningkatan standar hidup, kesejahteraan, dan melindungi sumber
daya alam dan keanekaragaman hayati. Negara-negara berkembang menghadapi
berbagai tantangan jangka pendek dan jangka panjang. Perubahan penggunaan lahan
melalui penggundulan hutan dan perubahan lahan pertanian akibat aktivitas
sosio-ekonomi di daerah tangkapan air di hulu, telah menyebabkan terjadinya
berbagai kerusakan lingkungan dan infrastruktur akibat bencana yang ditimbulkannya.
Kerusakan lingkungan di daerah tangkapan air, menyebabkan kelangkaan air bersih
di berbagai negara, selain bencana banjir ketika musim penghujan
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan, dan mahluk hidup (termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya)
yang mempengaruhi peri-kehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup
lainnya. Oleh karena itu kelestarian dan keseimbangan alam perlu dipertahankan
agar senantiasa memberikan daya dukung bagi kehidupan manusia ke taraf hidup
yang lebih baik.
Namun yang terjadi kini malah sebaliknya, Dominasi manusia
terhadap lingkungan seringkali berdampak buruk. Pembangunan dan penguasaan
iptek dalam mengeksplorasi alam untuk peningkatan ekonomi seringkali melampaui
batas dan sering kali mengabaikan kondisi lingkungan itu sendiri. Padahal
kemampuan sumber daya dan kemampuan alam untuk mengeliminasi Zat pencemar
adalah terbatas. Apalagi saat ini, krisis yang melanda negeri ini menyebabkan
kehidupan lebih memburuk.
Belum optimalnya peran iptek dalam mengatasi degradasi
fungsi lingkungan hidup. Kemajuan iptek berakibat pula pada munculnya
permasalahan lingkungan. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh belum
berkembangnya sistem manajemen dan teknologi pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Sistem tersebut akan mendorong pengembangan dan pemanfaatan iptek yang bernilai
ekonomis, ramah lingkungan dan mempertimbangkan nilai-nilai sosial budaya
masyarakat setempat.
Sektor lingkungan hidup merupakan isu penting di dunia saat
ini. Secara garis besar, pemanfaatan iptek harus senantiasa mempertimbangkan
usur lingkungan hidup. Artinya, pemanfaatannya harus sejauh mungkin ramah
lingkungan. Komitmen pemerintah terhadap lingkungan hidup juga sudah lumayan
tinggi. Salah satu buktinya, sudah ada Kementerian Negara Lingkungtan Hidup
yang khusus mengurusi hal itu pada pemerintahan yang ada saat ini.
Pengalaman beberapa negara berkembang khususnya
negara-negara latin yang gandrung memakai teknologi dalam industri yang
ditransfer dari negara-negara maju (core industry) untuk pembangunan ekonominya
seringkali berakibat pada terjadinya distorsi tujuan. Keadaan ini terjadi karena
aspek-aspek dasar dari manfaat teknologi bukannya dinikmati oleh negara
importir, tetapi memakmurkan negara pengekpor atau pembuat teknologi. Negara
pengadopsi hanya menjadi komsumen dan ladang pembuangan produk teknologi karena
tingginya tingkat ketergantungan akan suplai berbagai jenis produk teknologi
dan industri dari negara maju. Alasan umum yang digunakan oleh negara-negara
berkembang dalam mengadopsi teknologi (iptek) dan industri, searah dengan
pemikiran Alfin Toffler maupun John Naisbitt yang meyebutkan bahwa untuk masuk
dalam era globalisasi dalam ekonomi dan era informasi harus melewati gelombang
agraris dan industrialis. Hal ini didukung oleh itikad pelaku pembangunan di
negara-negara untuk beranjak dari satu tahapan pembangunan ke tahapan pembangunan
berikutnya.
Tetapi akibat tindakan penyesuaian yang harus dipenuhi dalam
memenuhi permintaan akan berbagai jenis sumber daya (resources), agar proses
industri dapat menghasilkan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia,
seringkali harus mengorbankan ekologi dan lingkungan hidup manusia. Hal ini
dapat kita lihat dari pesatnya perkembangan berbagai industri yang dibangun
dalam rangka peningkatan pendapatan (devisa) negara dan pemenuhan berbagai
produk yang dibutuhkan oleh manusia. Disamping itu, IPTEK dikembangkan dalam
bidang antariksa dan militer, menyebabkan terjadinya eksploitasi energi, sumber
daya alam dan lingkungan yang dilakukan untuk memenuhi berbagai produk yang
dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari.
Gejala memanasnya bola bumi akibat efek rumah kaca
(greenhouse effect) akibat menipisnya lapisan ozone, menciutnya luas hutan
tropis, dan meluasnya gurun, serta melumernnya lapisan es di Kutub Utara dan
Selatan Bumi dapat dijadikan sebagai indikasi dari terjadinya pencemaran
lingkungan kerena penggunaan energi dan berbagai bahan kimia secara tidak
seimbang (Toruan, dalam Jakob Oetama, 1990: 16 – 20). Selain itu, terdapat juga
indikasi yang memperlihatkan tidak terkendalinya polusi dan pencemaran
lingkungan akibat banyak zat-zat buangan dan limbah industri dan rumah tangga
yang memperlihatkan ketidak perdulian terhadap lingkungan hidup. Akibat-akibat
dari ketidak perdulian terhadap lingkungan ini tentu saja sangat merugikan
manusia, yang dapat mendatangkan bencana bagi kehidupan manusia. Oleh karena
itu, masalah pencemaran lingkungan baik oleh karena industri maupun komsumsi
manusia, memerlukan suatu pola sikap yang dapat dijadikan sebagai modal dalam
mengelola dan menyiasati permasalahan lingkungan.
Seringkali ditemukan pernyataan yang menyamakan istilah
ekologi dan lingkungan hidup, karena permasalahannya yang bersamaan. Inti dari
permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan mahluk hidup, khususnya manusia
dengan lingkungan hidupnya. IImu tentang hubungan timbal balik mahluk hidup
dengan lingkungan hidupnya di sebut ekologi (Soemarwoto, 1991: 19). Lingkungan
hidup adalah sistem yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya.
keadaan dan mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dengan prilakunya, yang
mempengaruhi kelangsungan peri kehidupannya dan kesejahteraan manusia serta
mahluk hidup lainnya (Soerjani, dalam Sudjana dan Burhan, 1996: 13).
Dari definisi diatas tersirat bahwa mahluk hidup khususnya
merupakan pihak yang selalu memanfaatkan lingkungan hidupnya, baik dalam hal
respirasi, pemenuhan kebutuhan pangan, papan dan lain-lain. Manusia
berinteraksi dengan lingkungan hidupnya, yang dapat mempengaruhi dan
mempengaruhi oleh lingkungan hidupnya, membentuk dan dibentuk oleh lingkungan
hidupnya. Hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya adalah sirkuler, berarti
jika terjadi perubahan pada lingkungan hidupnya maka manusia akan terpengaruh.
Uraian ini dapat menjelaskan akibat yang ditimbulkan oleh
adanya pencemaran lingkungan, terutama terhadap kesehatan dan mutu hidup manusia.
Misalnya, akibat polusi asap kenderaan atau cerobong industri, udara yang
dipergunakan untuk bernafas oleh manusia yang tinggal di lingkungan itu akan
tercemar oleh gas CO (karbon monoksida). Berkaitan dengan paparan ini,
perlakuan manusia terhadap lingkungan akan mempengaruhi mutu lingkungan
hidupnya.
Masalah pencemaran lingkungan hidup, secara teknis telah
didefinisikan dalam UU No. 4 Tahun 1982, yakni masuknya atau dimasukkannya
mahluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau
berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga
kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat lagi berfungsi sesuai peruntukannya.
Dari definisi yang panjang tersebut, terdapat tiga dampak
IPEK terhadap lingkungan hidup dan sumber daya alam yaitu; dampak secara
kimiawi, fisik dan biologis. Resiko kimiawi akibat IPTEk adalah:
senyawa-senyawa kimia berbahaya yang terdapat di air, tanah, udara dan makanan.
Resiko fisik akibat IPTEk adalah kebakaran, gempa bumi, letusan gunung berapi,
kebisingan, radiasi, sedimentasi. Resiko biologis akibat IPTEk adalah pathogen
(bakteri, virus, parasit), dan bahan kimia yang mengakibatkan kerusakan pada
jaringan tubuh.
Pencemaran terjadi bila dalam lingkungan terdapat bahan yang
menyebabkan timbulnya perubahan yang tidak diharapkan, baik yang bersifat
fisik, kimiawi maupun biologis sehingga mengganggu eksistensi manusia dan
aktivitas manusia serta organisme lainnya. Bahan penyebab pencemaran tersebut
disebut polutan. Polusi disebabkan terjadinya factor-faktor tertentu yang
sangat menentukan ialah:
1. Jumlah penduduk
2. Jumlah sumberdaya alam yang digunakan
oleh setiap individu
3. Jumlah Polutan yang dikeluarkan oleh
setiap jenis SDA
4. Teknologi yang digunakan
Penggunaan sumberdaya yang salah menimbulkan erosi,
sedimentasi yang merusak, penggaraman tanah dan air, penggersangan lahan,
banjri dsb. Limbah dan sisa proses menimbulkan contamination dan pollution atas
udara, tanah dan air. Dampak menyebar dan meluas cepat lewat udara dan air.
Penyebaran dan peluasan dampak lewat tanah langsung berjalan sangat lambat.
Akan tetapi tanah dapat bertindak sebagai penyimpan zat atau bahan pencemar
atau pengotor selama waktu lama dan dengan demikian menjadi sumber dampak yang
nantinya akan tersebar lewat udara atau air. Zat pencemar yang tersimpan dalam
tanah juga dapat menyebar lewat serapan tanaman bersama dengan panenan yang
diangkut dan digunakan ditempat-tempat lain. Kalau zat pencemar diserap tanaman
pangan atau pakan, akan dapat mnimbulkan pencemaran dakhil (internal pollution)
atas orang atau ternak dimana-mana tempat memperjual belikan bahan pangan atau
pakan tersebut. Sumber pencemaran dakhil lebih sulit dilacak daripada sumber
pencemaran lewat udara dan air.
Pencemaran dapat datang dari sumber pasti misalnya dari
saluran pembuang limbah pabrik atau datang dari sumber baur, misalnya dari
aliran limpas lahan pertanian, pencemaran sumber pasti secara nisbi lebih mudah
ditangani karena titik pelepasan bahan pencemar jelas dan susunan bahan
pencemar terbatas keanekaannya. Pencemaran sumber baur lebih suli ditangani
kerana titik pelepasannya dan titik asalnya berada di mana-mana dan susunan
bahan pencemarannya sangat beraneka.
Ada dampak yang tinggal di tempat dampak itu ditimbulkan,
misalnya pemampatan tanah oleh alat-alat berat dalam pembukaan lahan atau
penggaraman tanah oleh system irigasi yang dirancang tanpa memperhitungkan
neraca air pada antarmuka atmosfer tanah. Ada dampak yang diekspor ke tempat
lain dari tempat asalnya, misalnya erosi di hulu mengekspor dampak sedimentasi
ke hilir atau asap kendaraan bermotor dari jalur jalan diekspor ke kawasan
pertanian atau pemukiman sepanjang jalan. Kawasan yang menimpor dampak
menghadapi persoalan serupa dengan yang terkena.
Teknologi yang diandalkan sebagai istrumen utama dalam
“revolusi hijau” mampu meningkatkan hasil pertanian, karena adanya bibit
unggul, bermacam jenis pupuk yang bersifat suplemen, pestisida dan insektisida.
Dibalik itu, teknologi yang sama juga menghasilkan berbagai jenis racun yang
berbahaya bagi manusia dan lingkungannya, bahkan akibat rutinnya digunakan
berbagi jenis pestisida ataupun insektisida mampu memperkuat daya tahan hama
tananam misalnya wereng dan kutu loncat.
Berdasarkan hasil studi empiris yang pernah dilakukan oleh
Magrath dan Arens pada tahun 1987 (Prasetiantono, di dalam Sudjana dan Burhan
(ed.), 1996: 95), diperkirakan bahwa akibat erosi tanah yang terjadi di Jawa
nilai kerugian yang ditimbulkannya telah mencapai 0,5 % dari GDP, dan lebih besar
lagi jika diperhitungkan kerusakan lingkungan di Kalimantan akibat kebakaran
hutan, polusi di Jawa, dan terkurasnya kandungan sumber daya tanah di Jawa.
Terlepas dari berbagai keberhasilan pembangunan yang
disumbangkan oleh teknologi dan sektor indusri di Indonesia, sesungguhnya telah
terjadi kemerosotan sumber daya alam dan peningkatan pencemaran lingkungan,
khususnya pada kota-kota yang sedang berkembang seperti Gresik, Suarbaya,
Jakarta, bandung Lhoksumawe, Medan, dan sebagainya. Bahkan hampir seluruh
daerah di Jawa telah ikut mengalami peningkatan suhu udara, sehingga banyak
penduduk yang merasakan kegerahan walaupun di daerah tersebut tergolong berhawa
sejuk dan tidak pesat industrinya.
Berkaitan dengan pernyataan tersebut, Amsyari (Sudjana dan
Burhan (ed.), 1996:104), mencatat keadaaan lingkungan di beberapa kota di
Indonesia, yaitu: Terjadinya penurunan kualitas air permukaan di sekitar
daerah-daerah industri. Konsentrasi bahan pencemar yang berbahaya bagi
kesehatan penduduk seperti merkuri, kadmium, timah hitam, pestisida, meningkat
tajam dalam kandungan air permukaan dan biota airnya.
Kelangkaan air tawar semakin terasa, khususnya di musim
kemarau, sedangkan di musim penghujan cenderung terjadi banjir yang melanda
banyak daerah yang berakibat merugikan akibat kondisi ekosistemnya yang telah
rusak. Temperatur udara maksimal dan minimal sering berubah-ubah, bahkan
temperatur tertinggi di beberapa kola seperti Jakarta sudah mencapai 37 derajat
celcius. Terjadi peningkatan konsentrasi pencemaran udara seperti CO, NO2r S02,
dan debu. Sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia terasa semakin
menipis, seperti minyak bumi dan batubara yang diperkirakan akan habis pada
tahun 2020. Luas hutan Indonsia semakin sempit akibat tidak terkendalinya
perambahan yang disengaja atau oleh bencana kebakaran. Kondisi hara tanah
semakin tidak subur, dan lahan pertanian semakin memyempit dan mengalami
pencemaran.
Terimakasih kepada sumber : http://iptekdanlingkunganhidup.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar